Di tangan perajin dan kreatif, limbah atau sampah bisa dijadikan sebuah
kerajinan bernilai jual cukup tinggi. Limbah kemasan pasta gigi,
misalnya. Sampah kemasan pasta gigi yang oleh sebagian besar
masyarakat, dibuang begitu saja, ternyata bisa menjadi sebuah tas unik.
Alhasil, tas dari limbah kemasan pasta gigi itu, kini, sudah merambah
pusat perbelanjaan eksklusif di Jakarta.
Adalah Slamet Riyadi,
pria paruh baya dari gang kecil, Kemuning di Ciledug, Jakarta Selatan,
yang merintis usaha kerajinan tas dari sampah pasta gigi itu. Ide
mengolah limbah muncul sejak Slamet terkena pemutusan hubungan kerja
alias PHK dari tempatnya bekerja pada tahun 1998 silam.
Slamet
yang masih memiliki semangat dalam berkarya, langsung memutar otak
mengolah limbah menjadi wujud yang berguna. Pilihan Slamet jatuh pada
sampah pasta gigi.
Dengan menggunakan alat buatannya sendiri,
Slamet pun mulai memotong-motong limbah kemasan pasta gigi dalam bentuk
strip panjang. Potongan-potongan limbah lalu dianyam menjadi kantong,
tikar, dan juga berbagai macam tas yang cantik.
Setelah
mendapatkan sejumlah produk, Slamet baru memikirkan merk dagang agar
hasil karyanya itu bisa diterima dan dikenal banyak orang. Slamet pun
memilih nama unik untuk merk produk-produk karyanya. Ia menetapkan
Lumintu sebagai merk dagangnya. Merk itu tak lain singkatan dari
"Lumayan Itung-itung Nunggu Tutup Usia".
Memberi nama merk
Lumintu bukan tanpa alasan. Itu karena mayoritas pengrajinnya adalah
perempuan tua yang sudah berusia lanjut alias nenek- nenek. Bagi
Slamet, nenek-nenek itu dulunya adalah pengrajin anyaman pandan, karena
Ciledug dulunya merupakan hutan pandan. Namun lingkungan yang kian
rusak, membuat hutan pandan kini beralih fungsi menjadi perumahan.
Para perempuan lanjut usia itu sangat gesit saat menganyam tikar
ataupun tas. Mereka pun mengaku senang, karena selain bisa mendapat
penghasilan tambahan, waktu mereka kini terisi dengan kegiatan berguna.
Setelah 12 tahun berdiri, pengrajin anyaman Slamet kini berjumlah 84
orang. Selain merambah pusat-pusat perbelanjaan eksklusif di Jakarta,
buah karya tangan tangan kreatif itu juga sudah berulang kali mengikuti
perlombaan lokal dan internasional. Produk limbah karya Slamet dijual
berkisar antara Rp100 ribu per buahnya.Di tangan perajin dan kreatif, limbah atau sampah bisa dijadikan sebuah
kerajinan bernilai jual cukup tinggi. Limbah kemasan pasta gigi,
misalnya. Sampah kemasan pasta gigi yang oleh sebagian besar
masyarakat, dibuang begitu saja, ternyata bisa menjadi sebuah tas unik.
Alhasil, tas dari limbah kemasan pasta gigi itu, kini, sudah merambah
pusat perbelanjaan eksklusif di Jakarta.
Adalah Slamet Riyadi,
pria paruh baya dari gang kecil, Kemuning di Ciledug, Jakarta Selatan,
yang merintis usaha kerajinan tas dari sampah pasta gigi itu. Ide
mengolah limbah muncul sejak Slamet terkena pemutusan hubungan kerja
alias PHK dari tempatnya bekerja pada tahun 1998 silam.
Inspirasi dari Barang Bekas dapat diperoleh dari Bpk
Dengan menggunakan alat buatannya sendiri,
Slamet pun mulai memotong-motong limbah kemasan pasta gigi dalam bentuk
strip panjang. Potongan-potongan limbah lalu dianyam menjadi kantong,
tikar, dan juga berbagai macam tas yang cantik.
Setelah
mendapatkan sejumlah produk, Slamet baru memikirkan merk dagang agar
hasil karyanya itu bisa diterima dan dikenal banyak orang. Slamet pun
memilih nama unik untuk merk produk-produk karyanya. Ia menetapkan
Lumintu sebagai merk dagangnya. Merk itu tak lain singkatan dari
"Lumayan Itung-itung Nunggu Tutup Usia".
Memberi nama merk
Lumintu bukan tanpa alasan. Itu karena mayoritas pengrajinnya adalah
perempuan tua yang sudah berusia lanjut alias nenek- nenek. Bagi
Slamet, nenek-nenek itu dulunya adalah pengrajin anyaman pandan, karena
Ciledug dulunya merupakan hutan pandan. Namun lingkungan yang kian
rusak, membuat hutan pandan kini beralih fungsi menjadi perumahan.
Para perempuan lanjut usia itu sangat gesit saat menganyam tikar
ataupun tas. Mereka pun mengaku senang, karena selain bisa mendapat
penghasilan tambahan, waktu mereka kini terisi dengan kegiatan berguna.
Setelah 12 tahun berdiri, pengrajin anyaman Slamet kini berjumlah 84
orang. Selain merambah pusat-pusat perbelanjaan eksklusif di Jakarta,
buah karya tangan tangan kreatif itu juga sudah berulang kali mengikuti
perlombaan lokal dan internasional. Produk limbah karya Slamet dijual
berkisar antara Rp100 ribu per buahnya.
Slamet
yang masih memiliki semangat dalam berkarya, langsung memutar otak
mengolah limbah menjadi wujud yang berguna. Pilihan Slamet jatuh pada
sampah pasta gigi.
Selasa, 03 November 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

0 komentar:
Posting Komentar